Kamis, 17 Mei 2012

HUBUNGAN BAHASA DENGAN FAKTOR SOSIAL


PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Gagasan yang  mengandung pengertian bahwa sosiolinguistik mencakupi bidang kajian yang luas, bukan hanya menyangkut wujud formal bahasa dan variasi bahasa melainkan juga penggunaan bahasa di masyarakat. Penggunaan bahasa tersebut berhubungan dengan berbagai faktor, baik faktor kebahasaan itu sendiri maupun faktor non kbahasaan, seperti faktor sosial budaya, termasuk tata hubungan antara pembicara dan pendengar. Implikasinya adalah bahwa tiap-tiap kelompok masyarakat mempunyai kekhususan dalam hal nilai-nilai sosial budaya dan variasi penggunaan bahasa dalam interaksi sosial. Maka dari itu kami akan mengupas semua hubungan bahasa yang digunakan oleh manusia terhadap berbagai faktor sosial masyarakat.
  1. Rumusan Masalah
2.1 Menjelaskan hubungan bahasa dengan faktor sosial.
2.2 Menjelaskan hubungan bahasa dengan jenis kelas sosial.
2.3 Menjelaskan hubungan bahasa dengan jenis kelamin.
2.4 Menjelaskan hubungan bahasa dengan usia.
2.5 Menjelaskan hubungan bahasa dengan religi.
2.6 Menjelaskan hubungan bahasa dengan geografi.
2.7 Menjelaskan hubungan bahasa dengan pranata sosial.


 BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hubungan bahasa denga faktor sosial
      Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya berbagai bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkannya berbeda dengan bahasa lainnya.
Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah bagian linguistik yang berkaitan dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji fenomena masyarakat dan berkaitan dengan bidang sains sosial seperti Antropologi atau sistem kerabat (Antropologi) bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psychologi sosial”.
Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen utama yaitu ciri-ciri bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk membentuk arahan dan fungsi interpersonal yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif yaitu untuk menerangkan alam fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan suasana hati seperti marah, sedih, gembira dan apresiasi. Perkembangan bahasa yang sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia di abad modern menunjukkan fenomena yang berubah-ubah antara lain dengan penggunaan bahasa sebagai alat pergaulan tertentu yang dikenal dengan variasi bahasa seperti jargon dan argot.

2.2 Menjelaskan hubungan bahasa dengan kelas sosial.
Kelas sosial (sosial class) mengacu pada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang  kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Misalnya si A adalah seorang bapak di keluarganya, yang  juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri , dia juga masuk ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial golongan “terdidik” dan sebagainya.

Ragam bahasa kelas sosial
Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi. Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal mereka, yaitu akhiran –kan yang dilafalkan –ken. Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat  manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu. 

Peranan Labov
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota New York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak dengan sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode pngukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode sampling. 

Kelas sosial dan ragam baku
Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke tiga tunggal (she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. kemudian diadakan penelitian apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris). Informannya meliputi berbagai tingkat kelas sosial, yaitu:
Kelas Menengah Tinggi (KMT)
Kelas Menengah Atas (KMA)
Kelas pekerja (buruh) menengah (KPM)
Kelas pekerja bawah (KPB)

Keterkaitan Bahasa dengan Komunikasi
Bahasa dengan komunikasai sangat berhubungan. Dalam setiap komunikasi bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan, pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam ini pesan tidak lain pembawa gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim (penutur) kepada penerima (pendengar). Setiap proses komunikasi bahasa dimulai dengan si pengirim merimuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu kerangka gagasan. Proses ini dikenal sebagai istilah semantic encoding.
Ada dua macam komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai penerima. Misalnya, dealam komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah di mesjid atau gereja, ceramah yang tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi dua arah ini terjadi dalam rapat, perundingan, diskusi dan sebagainya. 

Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek yaitu:
a.      Aspek linguistic
Aspek nonlinguistik atau paralinguistic
Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna, gagasan, idea tau konsep). Aspek paralinguistik mencakup:
Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti falsetto (suara tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya.
Unsur supra segmental, yaitu tekanan (stress), nada (pitch), dan intonasi.
 Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala, dan sebagainya.
Rabaan, yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).v
Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.

b.      Pengaruh bahasa dalam Ragam kelas Sosial
Perkembangan bahasa yang searah dengan perkembangan kehidupan manusia di abad modern menunjukkan fenomena yang berubah-ubah antara lain dengan penggunaan bahasa sebagai alat pergaulan tertentu yang dikenal dengan variasi bahasa.

2.3 Menjelaskan hubungan bahasa dengan jenis kelamin.
Di dalam sosiolinguistik, bahasa dan jenis kelamin memiliki hubungan yang sangat erat. Secara khusus, pertanyaan yang telah menjamur sebagai bahan diskusi adalah, “mengapa cara berbicara wanita berbeda dengan laki-laki?” Dalam kata lain, kita tertuju pada beberapa factor yang menyebabkan wanita menggunakan bahasa standar lebih sering dibanding pria. Di dalam menjawab pertanyaan tersebut, kita harus menentukan bahasa sebagai bagian social, perbuatan yang berisi nilai, yang mencerminkan keruwetan jaringan social, politik, budaya, dan hubungan usia dalam sebuah masyarakat.
Beberapa ahli bahasa percaya bahwa wanita sadar di dalam masyarakat status mereka lebih rendah dari pada laki-laki, mereka menggunakan bentuk bahasa yang lebih standar dari pada laki-laki yang menghubungkan cara masyarakat memperlakukan wanita. Kesenjangan antara pria dan wanita memang terlihat sangat jelas. Dari segi fisik, wanita terlihat lebih gemuk namun tidak berotot dan wanita lebih lemah dibanding dengan pria. Begitu juga dengan suara, wanita mempunyai suara yang berbeda dengan pria. Di samping itu, factor sosiokultural juga mempengaruhi perbedaan dintara keduanya dalam berbahasa atau berbicara. Misalnya, di dalam bidang pekerjaan, wanita memiliki peran yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Menurut Janet Holmes, women "are designated the role of modelling correct behaviour in the community." Dalam sudut pamdang ini, di dalam berbicara wanita diharapkan lebih sopan. Namun, ini tidak selalu benar. Kita semua tahu bahwa hubungan antara ibu dan anaknya atau suami dan istri biasanya tidak formal, diselingi dengan colloquial atau bentuk ujaran sehari-hari.
Selain itu, tidak dapat dibayangkan untuk seorang wanita menggunakan kata seru/lontaran yang “keras”, seperti damn atau shit; wanita hanya dapat bilang oh dear atau fudge. Robin Lakoff percaya bahwa syntax yang lebih banyak digunakan oleh wanita adalah question tag, seperti You'd never do that, would you?
Dengan menggunakan bahasa yang sopan atau standar, wanita mencoba melindungai wajahnya, (keinginan atau kebutuhan mereka). Dalam kata lain, wanita menuntut status social yang lebih.
Selain itu ada beberapa penyebab terjadinya perbedaan berbahasa antara pria dan wanita, diantaranya dalam fonologi, morfologi, dan diksi. Dalam segi fonologi, antara pria dan wanita memiliki beberapa perbedaan, seperti halnya di Amerika wanita menggunakan palatal velar tidak beraspirasi, seperti kata kjatsa (diucapkan oleh wanita) dan djatsa (diucapkan oleh pria). Di scotlandia, kebanyakan wanita menggunakan konsonan /t/ pada kata got, not, water, dan sebagainya. Sedangkan prianya lebih sering mengubah konsonan /t/ dengan konsonan glottal tak beraspirasi. Dalam bidang morfologi, Lakoff menyatakan bahwa wanita sering menggunakan kata-kata untuk warna, seperti mauve, beige, aquamarine, dan lavender yang mana kata-kata ini jarang digunakan oleh pria. Selain itu, wanita juga sering menggunakan kata sifat, seperti adorable, charming, divine, lovely, dan sweet.
Dilihat dari diksi, wanita memiliki kosa kata sendiri untuk menunjukkan efek tertentu terhadap mereka. Kata dan ungkapan seperti so good, adorable, darling, dan fantastic. Di samping itu bhasa inggris membuat perbedaan kata tertentu berdasarkan jenis kelamin seperti actor-actress, waiter-waitress, mr.-mrs. Pasangan kata lain yang menunjukkan perbedaan yang serupa adalah boy-girl, man-woman, bachelor-spinter dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran dari sebagian komunitas masyarakat yang tidak kentara bahwa perbedaan ini dibuat, dalam pilihan kosa kata, digunakan untuk menggambarkan masing-masing peranan yang dipegang antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal panggilan wanita juga berbeda dengan pria. Biasanya dalam menggunakan panggilan untuk mereka (wanita) sering digunakan kata-kata seperti dear, miss, lady atau bahkan babe (baby). Dalam bersosialisasi, biasanya laki-laki lebih sering berbicara seputar olah raga, bisnis, politik, materi formal, atau pajak. Sedangkan topic yang dibicarakan oleh wanita lebih menjurus kepada masalah kehidupan social, buku, makanan, minuman, dan gaya hidup.


2.4 Menjelaskan hubungan bahasa dengan usia.
            Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan bahasa tidak semata-mata tidak didasarkan atas prinsip well-formed dalam sintaksis, melainkan atas dasar kepentingan agar komunikasi tetap dapat berjalan. Lebih tepatnya, dengan mengikuti kecenderungan dalam etnometologi, bahasa digunakan oleh masyarakat tutur sebagai cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka ujarkan. Atas dasar ini, pertama, dapat di pahami dan memang sering kita temukan, bahwa komunikasi tetap dapat berjalan meskipun menggunakan bahasa yang tidak apik secara sintaksis; dan kedua, demi kebutuhan para anggota masyarakat tutur untuk mengorganisasi dan memahami kegiatan mereka, selain tata bahasa, makna juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam analisis bahasa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perbedaan utama antara sintaksis dan pragmatik, sekaligus menyatakan pentingnya study pragmatik dalam lingustik, terletak pada makna ujaran dan pada pengguna bahasa. Salah satunya adalah bahasa berpengaruh pada tingkat usia. Yaitu bagaimana kita menggunakan bahasa pada orang yang lebih tua, dengan sesama/sebaya, atau bahkan dengan anak-anak.
2.5 Menjelaskan hubungan bahasa dengan seni dan religi.
Bahasa, seni dan religi adalah tiga hal yang tidak terpisahkan. Dalam bahasa ada kesenian dan religi. Sebaliknya dalam seni dan agama terdapat bahasa. Ketiganya merupakan unsur kebudayaan yang universal. Bahasa, seni dan religi merupakan 3 dari 7 unsur kebudayaan universal. Bahasa menempati urutan pertama, religi urutan keenam dan kesenian urutan ke ketujuh. Menurut Robert Sibarani (2002), bahasa ditempatkan urutan pertama karena manusia sebagai makhluk biologis harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok sosial.
Untuk mengadakan interaksi dan komunikasi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa merupakan kebudayaan yang pertama dimiliki setiap manusia dan bahasa itu dapat berkembang karena akal atau sistem pengetahuan manusia. Dalam proses kehidupannya, manusia kemudian menyadari dirinya sebagai makhluk yang lemah dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, maka lahirlah keyakinan didalam diri manusia bahwa ada kekuatan lain yang maha dahsyat di luar dirinya. Timbul dan berkembanglah religi. Untuk mengiringi kepercayaan atau sistem religi itu supaya lebih bersemangat dan lebih semarak maka diciptakanlah seni. Berdasarkan uraian di atas, hubungan bahasa, seni dan agama/religi/kepercayaan adalah kesenian menyempurnakan dan menyemarakkan sistem religi dengan menggunakan media bahasa.
Bahasa, seni dan religi merupakan unsur-unsur kebudayaan universal. Bahasa menempati urutan pertama. Bahasa adalah induk dari segala kebudayaan. Atas dasar itu, hubungan bahasa, seni dan religi dapat juga diperoleh dengan memahami hubungan bahasa dengan kebudayaan. Menurut Robert Sibarani (2002), fungsi bahasa dalam kebudayaan dapat diperinci:
1. Bahasa sebaga sarana pengembangan kebudayaan.
2. bahasa sebagai penerus kebudayaan.
3. Bahasa sebagai inventaris ciri-ciri kebudayaan.

Bahasa sebagai sarana pengembangan kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan sebagai alat atau sarana kebudayaan, untuk mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan Indonesia dikembangkan melalui bahasa Indonesia. Khazanah kebudayaan Indonesia dijelaskan dan disebarkan melalui bahasa Indonesia, sebab penerimaan kebudayaan hanya bisa terwujud apabila kebudayaan itu dimengerti, dipahami dan dijunjung masyarakat itu sendiri. Sarana untuk memahami kebudayaan adalah bahasa. Atas dasar itu, hubungan bahasa dengan kesenian dan religi adalah bahasa sebagai sarana pengembangan kesenian dan religi. Kesenian dan religi yang ada di Indonesia dikembangkan melalu bahasa Indonesia. Kesenian dan religi yang tumbuh dan berkembang di Indonesia adalah kesenian dan religi yang dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat Indonesia. Sarana untuk memahami kesenian dan religi adalah bahasa Indonesia.
Bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan sebagai sarana pewarisan kebudayaan dari generasi ke generasi. Menurut Robert Sibarani (2002), kebudayaan nenek moyang yang meliputi pola hidup, tingkah laku, adat istiadat, cara berpakaian, dan sebagainya dapat kita warisi dan wariskan kepada anak cucu kita melalui bahasa. Atas dasar itu, hubungan bahasa dengan kesenian dan religi adalah bahasa berperan sebagai sarana pewarisan kebudayaan dari generasi ke generasi. Kesenian dan religi nenek moyang kita yang sudah ada beratus-ratus tahun lalu masih bisa dipelajari oleh kita sekarang hanya karena bantuan bahasa. Kesenian dan sistem religi yang tertulis dalam naskah-naskah lama, yang mungkin ditulis beratus-ratus tahun lalu bisa kita nikmati sekarang hanya karena ditulis dalam bahasa.
Bahasa sebagai inventaris ciri-ciri kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan dalam penamaan atau pengistilahan suatu unsur kebudayaan baru sehingga dapat disampaikan dan dimengerti. Menurut Robert Sibarani (2002), setiap unsur kebudayaan, mulai dari unsur terkecil sampai unsur terbesar diberi nama atau istilah. Dalam proses pembelajaran dan pengajaran kebudayaan, nama atau istilah pada unsur kebudayaan sekaligus berfungsi sebagai inventarisasi kebudayaan tersebut, yang berguna untuk pengembangan selanjutnya. Atas dasar itu, hubungan bahasa dengan kesenian dan sistem religi adalah bahasa berperan dalam penamaan atau pengistilahan unsur-unsur kesenian dan religi baru sehingga dapat disampaikan dan dimengerti oleh yang menerimanya. Setiap unsur kesenian dan religi, dari unit yang terkecil sampai yang terbesar diberi nama atau istilah. Dalam proses pembelajaran dan pengajaran kesenian dan religi. Nama atau istilah itu digunakan untuk menginventarisasi kesenian dan religi tersebut untuk pengembangan selanjutnya.
Bagaimanakah hubungan religi dengan kesenian? Menurut William A. Haviland (1999), “kesenian harus dihubungkan dengan, tetapi juga harus dibedakan dari agama. Garis pemisah di antara keduanya tidak tegas.” Kesenian dan religi sangat berhubungan, hubungan yang erat itu melahirkan kesenian religi yang biasa digunakan untuk mengiringi upacara-upacara keagamaan. Dengan diringi berbagai jenis sastra, nyanyian dan musik, upacara keagamaan berlangsung dengan semarak, khidmat dan turut membantu mewujudkan situasi dan keadaan yang membuat umatnya terasa semakin lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kesenian adalah sebagai sarana penyaluran bakti dan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2.6 Menjelaskan hubungan bahasa dengan budaya/geografi
Ada berbagai toeri mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu merupakanbagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan,sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa.begitu pula Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.
Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi, hubunganantara bahasa dan kebudayaanmerupakan hubungan yang subordinatif, dimana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.Namun pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bahasadan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi. Masinambouw menyebutkan bahwabahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia.Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia didalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai saranaberlangsungnya interaksi itu. Dengan demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar siam,dua buah fenomena sangat erat sekalibagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan. Komponen-komponen lingkungan hidup tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu komponen biotik dan komponen abiotik.Komponen biotik adalah makhluk hidup yang meliputi hewan, tumbuhan danmanusia. Komponen abiotik adalah benda-benda tak hidup (mati) antara lain air,tanah, batu, udara dan cahaya matahari.Semua komponen yang berada di dalamlingkungan hidup merupakan satukesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk sistem kehidupan yangdisebut ekosistem.Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yangdisebut ekosistem.
Ekosistem merupakan suatu kesatuan fungsional antara komponen biotik dan komponen abiotik.Ekosistem merupakan suatu interaksi yang komplek dan memiliki penyusunan yang beragam.Efek langsung perubahan iklim terhadap kesehatan manusia tidaklah mudahdirumuskan.Definisi perubahan iklim dan efek langsung bervariasi. Iklim mencakup perubahan suhu permukaan bumi, yang dipengaruhi letak geografis, ketinggian, dan lingkungan biota suatu daerah.Kunci perubahan iklim adalah perubahan suhu di suatu tempat di muka bumi.Perubahan suhu tersebut mempengaruhi angin, hujan, salju,tumbuhtumbuhan, dan setelah itu hewan,termasuk organisme mikro. Jika kita analisis perubahan suhu permukaan salah satu bagian bumi, sebagai penyebab perubahan lainnya, maka efek yang paling langsung terhadap kesehatan masnusia adalah efek ekstrim dingin dan ekstrim panas,relatif terhadap rentang suhu yang toleransi manusia, tanpa manipulasi diri atau lingkungan.Ketika gelombang panas melanda Eropa,banyak kematian penduduk lanjut usia tidak terhindarkan. Seperti dikemukakan oleh Confalonieri (2007), gelombang panas yang menyerang Perancis di bulan Juli dan Agustus 2003telah menewaskan lebih dari 14.800 orang.Kematian tersebut merupakan dampak langsung dariiklim ekstrim panas.sesungguhnya efek iklim terhadap kesehatan secara tidak langsung sudahdikenal sejak lama. Kita mengenal siklusdemam berdarah yang terkait dengan musim hujan. Begitu juga dengan serangan influenza, malaria, diare, tifus dan sebagainya. Penyakit-penyakit tersebut berhubungan dengan perubahan iklim melalui perubahan kehidupan vektor atau bahan bahan transmisi penyebab penyakit.
Geografi agama dikembangkan olehbeberapa tokoh antara lain Jongeneel,P. Deffontaines, dan D.E. Sopher.Geografi agama bukan hanya menelaah pengaruh ruang atas agama dan gejala keagamaan namun juga sebaliknya yakni pengaruh agama dan gejala keagamaan atas keruangan.Relasi antara agama dan tata ruang sebenarnya sudah diketahui sejak zaman kuno, salah satu tokohnya yaitu Hippocrates namun baru mulai populerdi zaman filsuf pencerahan salah satunya oleh Montesquieu di Prancis.Montesquieu mengungkapkan bahwa agama monotheisme seprti Yahudi,Kristen, dan Islam lahir di tepi-tepi gurun pasir dengan bentang alam yang monoton diungkapkanpula bahwa hampir semua agama besar muncul diwilayah permukaan bumi yang diapit25 dan 35 derajat Lintang Utara.Deffontaines membicarakan geografi agama dalam 5 pokok:
1.   Agama dan geografi sebagai tempat kediaman baik bagi orang yang masih hidup maupun bagi yang sudah matiserta bagi dewa-dewa.
2.   Agama dan penduduk; pengaruh agama atas daerah dan sejarah penduduk; agama dan macam-macampenduduk; agama dan kota-kota; agama dan demografi.
3.   Agama dan eksploitasi; agama dan pertanian; agama dan peternakan; agama dan industri; agama danpotensi geografis daerah.
4.   Agama dan lalu lintas; pengungsianpara penganut agama; kegiatan ziarah; perdagangan dan pertukaran barang atas latar belakang agama; jalan sebagai alat transportasi.
5.   Agama dan jenis kehidupan; kalender agama; tata kerja pemimpin agama; pekerjaan sehari-hari kebiasaan.
 
 Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
    1. Alat-alat teknologi.
    2. Sistem ekonomi.
    3. Keluarga.
    4. Kekuasaan politik-Politik.
Bronislaw Malinowski mengatakanada 4 unsur pokok yang meliputi:
    1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
    2. Organisasi ekonomi.
    3. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembagapendidikan utama).
    4. Organisasi kekuatan (politik).

Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakarlangit, dan mesin cuci.

Kebudayaannonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

2.7 Menjelaskan hubungan bahasa dengan pranata sosial.
Kehidupan bermasyarakat selalu menimbulkan hubungan antarmanusia dalam suatu lingkungan kehidupan tertentu. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan manusia lain untuk berinteraksi dan saling memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri.
 Pranata sosial berasal dari bahasa asing social institutions, itulah sebabnya ada beberapa ahli sosiologi yang mengartikannya sebagai lembaga kemasyarakatan. Menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan pranata sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dianggap penting. Dengan kata lain, pranata sosial adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang yang mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. 

Tiga kata kunci di dalam pembahasan mengenai pranata sosial adalah:
1. Nilai dan Norma;
2. Pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut prosedur umum, dan
3. Sistem hubungan, yakni jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.
 Menurut Koenjaraningrat (1978) yang dimaksud dengan pranata-pranata sosial adalah sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakatnya untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi atau suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan mereka.
Pranata sosial adalah sesuatu yang bersifat konsepsional,artinya bahwa eksistensinya hanya dapat ditangkap dan dipahami melalui sarana pikir, dan hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi pikir.
 Pranata sosial terdapat dalam setiap masyarakat, baik masyarakat sederhana maupun masyarakat kompleks atau masyarakat modern, karena pranata sosial merupakan tuntutan mutlak adanya suatu masyarakat atau komunitas. Sebuah komunitas dimana manusia tinggal bersama membutuhkan pranata demi tujuan keteraturan. Semakin kompleks kehidupan masyarakat semakin kompleks pula pranata yang dibutuhkan atau yang dihasilkan guna pemenuhan kebutuhan pokoknya dalam kehidupan bersama. Pranata berjalan seiring dengan semakin majunya masyarakat.
Hal-hal di atas telah membuktikan bahwa bahasa sangat berperan dalam kegiatan manusia. Secara umum, tujuan utama diciptakannya pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancer sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat itu sendiri.


DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina, 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

http://net/bahasa-dan-jenis kelamin. html. diakses 14 Oktober 2011

Mancenter, Fathurokh.2009/net/fenomena pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual-paradigma sosiolinguistik. Di akses 14 Oktober 2011

http://net/komunitas anak sastra, universitas pendidikan Indonesia-linguistik-sastra jurnalis/net/hubungan-bahasa-dengan-konteks-sosial.html

file///G:/net/hubungan-bahasa-seni-dan.html

file///G:/net/PRANATA SOSIAL.htm

Sajalah, Irmanto.2010.file:///G/net/pranata social_Irmanto sajalah.htm

File:///net/HUBUNGAN -ANTARA-BAHASA-DAN-BUDAYA.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar