Transformasi
kebudayaan (ahli budaya) berkaitan dengan faktor-faktor
eksternal budaya, sehingga transformasi kebudayaan menghendaki perubahan
kebudayaan.
Transmisi
budaya menyangkut faktor
eksternal, karena adanya dua kelompok yang bertemu (pihak A atau asing) dan
(pihak B penerima) menyebabkan terjadinya pertemuan dua unsur budaya antara
masyarakat asing dengan budaya masyarakat penerima, proses ini menyebabkan
adanya komunikasi dari luar atau masyarakat lain. Proses ini dapat dibedakan
dengan jenis-jenis transformasi tersebut di bawah ini, antara lain:
1. Difusi Kebudayaan
adalah penyebaran unsur budaya dari satu tempat ke tempat yang lain. Misalnya
penyebaran unsur budaya ke tempat lain, karena ada gerak special (antar ruang)
dari daerah A dating unsur budaya ke daerah B atau sebaliknya dengan membawa
unsur budaya ke tempat bersangkutan menyebabkan adanya proses transformasi. Dewasa
ini proses transformasi dilakukan dengan kemajuan teknologi komunikasi banyak
dilakukan melalui radio, telpon atau hp, televise ataupun satelit.
2. Asimilasi Kebudayaan,
bila terjadi pertemuan antara dua unsur budaya yang berlainan (budaya
masyarakat asing dengan masyarakat penerima) terjadi perubahan sifat-sifat khas
dari unsur-unsur yang saling bertemu kemudian memunculkan bentuk baru yang
bersifat kombinasi. Jadi, unsur budaya penerima mengalami perubahan. Disini
menunjukkan adanya proses menggambarkan transformamsi itu terjadi.
3. Proses Akulturasi
Kebudayaan. Pertemuan antara dua unsur budaya yang
berlainan menyebabkan terjadinya akulturasi. Akulturasi terjadi apabila dua
kebuadayaan yang berasal dari dua kelompok masyarakat yang berbeda lambat laung
unsur budaya yang berasal dari masyarakat lain dapat diterima dan diolah tanpa
menhilangkan budaya aslinya. Dalam proses akulturasi ciri khas budaya asli
tidak hilang kemudian menerima unsur kebudayaan asing. Oleh karena itu, proses
akulturasi adalah proses pengayaan budaya dengan menerima unsur budaya asing.
Contoh dahulu sebelum islam masuk di masyarakat jawa dalam selamatannya
menggunakan doa bahasa jawa, setelah masuk islam tetap melakukan keselamatan
tetapi doanya sudah menggunakan.
(Agussalim: 2009)