Selasa, 05 Juni 2012

KARAKTERISTIK BUDAYA BARAT


Pandangan barat dalam menilai dunia shadah cenderung bersifat objektif, sehingga pola pikirannya menghasilkan sains dan teknologi. Filsafat barat telah di manifestasikan dalam kontalasi dan tataran rasio. Oleh karena itu pengetahuannya mempunyai landasan filosofis yang bersifat empiris kuat, nilai-nilai spiritual dan agama di kesampingkan. Dalam proses perkembangannya sampai sekarang dunia barat unggul dalam menguasai dunia, materi dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologinya. Sebaliknya pandangan filsafat tradisional dan agama kecenderungan mengalami setback (kemunduran).
Masyarakat barat menurut (Marylin dan Richard, 1987) dalam cara berpikirnya cenderung pada kemajuan materi dan hidup duniawi, sehingga lebih relevan untuk memaknai kehidupan di dunia saja. Barat hidup dalam alam ilmiah dan teknis, maka pemahaman falsafah tradisional dan agama semakin jauh dari makna kehidupannya karena dianggapnya tidak terkait dengan kehidupan nyata. Agama dipandang sebagai ide-ide, konsep-konsep yang bersifat abstrak, sehingga orang barat bersifat rasional dan positifisme. Semua yang tidak bersifat rasional diserahkan kepada sastrawan sebagai imajinasi hidup.
Menurut pemikiran barat manusia adalah segalanya karena mampu menyempurnakan hidupnya sendiri dengan syarat bertolak pada rasio, intelek dan pengalaman (Dorothy Max, 1983). Falsafah pemikiran seperti itu menurut sejarah berasal dari falsafah protogoras (480-411 SM). Potogoras lah dianggap pertama kali mengembangkan falsafah bahwa manusia adalah segalanya, sehingga boleh dikatakan bapak Humanisme kemudian berkembang di barat. Dalam tradisi humanistic setiap manusia harus memiliki untuk diriny kebenaran dan kebaiakan. Akibatnya, gerakan sekularisme semakin berkembang diberbagai aspek kehidupan, termasuk estetika, moral dan agama.
Ajaran pemikiran ini kemudian oleh Comte dan Feuerbach pada abad ke-18 dengan bersumber dari filsafat positifisme. Mereka berpendapat bahwa manusia adalah segalanya, karena martabatnya. Manusia tidak ternilai oleh materi sehingga eksistensinya perlu memperoleh respek, bantuan dan hormat. Oleh pandangan barat manusai dinilainya sebagai subjek disebabkan memilih kemampuan rasional, kreatif, estetik, sehingga kebudayaan barat menghasilkan nilai-nilai dasar seperti: demokrasi, lembaga sosial dan kesejahteraan ekonomi. Maka manusia harus mendapat segalanya yang berwujud kemajuan materi dan kesejahteraan, bukan kebijksanaan hati nuraninya (Agussalim: 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar