Umumnya manusia
timur menghayati hidup dan seluruh eksistensinya. Manusia timur berpikir tidak bertujuan
untuk menunjang uasaha menguasai dunia dan hidup secara teknis. Sebab manusia
timur lebih menyukai intuisi dari pada akal budinya. Inti kepribadiannya tidak
terletak pada inteleknya tetapi dihatinya, sehingga menyatukan akal
budinya/intelek dengan intuisi, perasaan dan hati nuraninya.
Budaya timur pada prinsipnya
bermuara dari ajaran agama tumbuh dan berkembang di dunia timur. Cara berpikir
manusia timur dimodifikasi oleh falsafah agama seperti Hindu dan Budha,
menyebabkan manusia membuat kebijakan bersifat kontemplasi, tertuju pada
tinjauan kebenaran. Berpikir kontemplasi, tertuju pada tinjauan kebenaran.
Berpikir kontemplasi dipandang sebagai puncak perkembangan rohaniahnya.
Falsafah budaya timur berusaha
mencari keharmonisan dengan alam bukan untuk menguasainya, karena falsafahnya
beranggapan bahwa manusia bagian dari alam, sehingga tidak berhak untuk merusak
alamnya. Alamlah yang memberi kehidupan, keteduhan hidup makanan bahan untuk
seni dan sains. Keinginan untuk memproleh keselamatan dan kebebasan tidak hanya
ditekankan pada kemampuan sendiri, tetapi diserahkan kepada kekuatan diluar
dirinya disebut kekuatan gaib, sehingga membentuk kepribadiannya. Untuk
mencapainya dilakukannya melalui meditasi terekat dan mistik.
Mencari ilmu tidak hanya menambah
kecerdasan, tetapi mencari kebijaksanaan, menghadapi kenyataan orang timur yang
memadukan pengetahuan dan intelektualnya dengan intuisi, pemikiran yang
kongkrit, simbolik dan kebijaksanaan. Menurut (Alfia, 1985) ada tiga sifat
menghadapi tantangan kebudayaan barat yaitu:
1. Sikap
reaksi yang sama sekali menolak kebudayaan barat. Sikap ini menganggap bahwa
kebudayaan barat hanya melahirkan manusia materealisme yang rakus dan kejam dan
menganggap kebudayaan timur yang lebih manusiawi.
2. Sikap
reaksi yang berusaha melihat adanya benturan antara kebudayaan barat dan timur
secara kritis. Secara obyektif melihat masing-masing kelemahan antara keduanya.
Karenanya, perlu, ada jarak antara keduanya untuk saling mengotori, untuk
memadukannya perlu ada seleksi yang mana unsur budaya barat yang dapat
menunjang kepentingan kebudayaan timur. Sehingga dapat masuk sendi-sendi
kehidupan masyarakat dalam konteks budaya nasional.
3. Reaksi
yang menerima secara totalitas kebudayaan barat. Sikap seperti ini menganggap
bahwa kebudayaan timur sudah tidak relevan lagi untuk menghadapi tantangan yang
berkembang sekarang. Hanya kebudayaan barat yang unggul dan mampu untuk melahirkan
manusia yang berkualitas (Agussalim: 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar